Mulai 2012, Perum Bulog mengubah strategi pengelolaan beras. Jika selama ini Bulog menerapkan pola distribusi beras dengan tingkat mobilitas tinggi antar daerah, ke depan Bulog memastikan pemenuhan beras secara mandiri di daerah surplus produksi beras.
Hal itu diungkapkan Direktur Utama Perum Bulog SUtarto Alimoeso, Senin (10/10) di Jakarta.
"Dengan strategi baru tersebut, tidak bisa Kepala Divisi Regional atau Kepala Sub Divisi Regional Bulog menyerap beras dengan berbagai dalih. Mereka yang ditugasi di daerah surplus produksi harus bekerja keras agar target pengadaan terpenuhi, " katanya.
Dengan pola baru ini, pemerintah akan mengetahui jejak harga beras di daerah, yaitu jika harga beras turun, berarti pasokan beras melimpah dan sebaliknya.
"Selama ini, karena mobilitas beras antar daerah sangat tinggi, sulit untuk mengetahui kondisi riil di lapangan, "ujar Sutarto. Selama ini, saat panen raya produksi dan pengadaan beras di daerah surplus produksi melimpah. Tetapi pada saat paceklik, divre Bulog di daerah tersebut juga mendatangkan beras dari luar daerah bahkan impor. Ke depan hal tersebut tidak akan terjadi, karean divre Bulog di daerah surplus harus secara mandiri mampu memenuhi kebutuhan beras, terutama raskin dan kebutuhan untuk operasi pasar di daerahnya sendiri. Mereka tidak bisa mendatangkan beras dari daerah lain. Adapun untuk daerah yang belum surplus dan masih defisit, Bulog tetap melakukan strategi operasi pasar dalam pengendalian gejolak harga.
Ketua umum KTNA Winarno Tohir menyambut baiklangkah Bulog tersebut, yakni membeli gabah langsung dari petani dan penggilingan kecil, dan tidak lagi hanya mengandalkan mitra kerja. Tetapi diharapkan Bulog tidak akan terlambat menyalurkan letter of credit (LC), karena petani dan penggilingan kecil pasti minta uang tunai, sehingga kalau telat menjadi tidak jalan.
Sumber : Kompas, 11/10/2011
0 komentar:
Posting Komentar